Bulan Di Ujung Cemara
Aku diam, engkau diam,
kalian diam tanpa kata.
Entah kenapa semua
manusia dan makhluk lainnya seolah membisu dan kabur dari pandanganku ketika
aku sedang tertidur.
Disaat aku terbangun dari
tidurku dan berusaha membuka mata dan berusaha untuk menggerakkan seluruh jiwa
dan ragaku, tiba-tiba aku diterangi oleh sinar bulan sehingga cahaya yang
terang benderang tersebut mengalahkan kegelapan di malam hari.
Di bawah bulan tersebut
tampak sebatang pohon cemara yang hamper akan menusuk jantung dari bulan
tersebut.
Disaat aku menoleh ke
kanan, aku melihat seorang wanita yang tampak samar-samar wajahnya. Entah
mengapa wajah wanita itu samar-samar sehingga aku tidak sedikitpun mengenali
wanita itu, mungkin saat ini sudah larut malam, ataukah mungin aku masih
mengantuk?
Setelah aku sepenuhnya
sadar dari tidurku, aku sangat kaget tidak kepalang, ternyata wanita itu adalah
seseorang yang sangat aku sukai.
Hanya bulan di ujung
cemara yang dapat mengisyaratkan maksud kita berdua disini, maksud yang
tersembunyi pada masing-masing hati kita disini.
Sebenarnya aku ingin
mengungkapkan kepadanya bahwa sekarang aku ini jomblo, dan aku ingin menjadi
kekasihmu, sebenarnya aku tahu bahwa engkau juga ingin mengungkapkan
sepatah-duapatah kata bahkan berjuta-juta patah kata kepadaku.
Aku tahu kita saling
menyukai, aku merasakan sinyal-sinyal cinta yang begitu kuat darimu,
seolah-olah engkau adalah tower sebuah operator ketika berada di sampingku
sehingga kekuatan sinyal ini melesat tanpa batas.
Lalu aku mencoba
mengatakan langsung to the poin tanpa basa-basi kepadanya, bahwa “Aku suka
kepadamu, aku saying kepadamu, aku ingin engkau menjadi bagian dari hidupku
wahai wanita yang tadi wajahnya samar-samar sehingga aku tidak mengenalimu,
maafkan aku hehehe”.
Lalu, setelah Ia
mendengar perkataanku yang aku utarakan dari hati, Ia menjawab “Terimakasih
kamu sudah menyukaiku, menyayangiku. Tapi….. maaf Alaudy, aku nyaman menjadi
hanya sekedar teman denganmu saat ini”.
Setelah aku mendengarnya,
aku merasakan panas dari arah bulan itu. Ternyata benar apa yang dilihat oleh
mata kepalaku sendiri bulan yang berada di depanku terbakar hangus oleh api
yang sangat membara.
Tetapi dengan jawaban dia
yang seperti itu, aku tetap berusaha untuk ikhlas dan berusaha mencoba untuk professional
sambil tersenyum menanggapi jawabannya dan kemudian aku terdiam tanpa kata.
Disaat perasaan aku yang
seperti itu, dia melanjutkan jawabannya ”Ya, aku nyaman menjadi sekedar teman
denganmu. Maksudku, aku nyaman menjadi teman hidupmu, Alaudy”.
Aku sangat tercengang
dengan jawabannya, rasanya sedih tapi ingin tertawa, seolah-olah bulan yang
tadinya terbakar, disiram oleh air sehingga tidak sedikitpun tampak api yang
menyala pada bulan tersebut.
Lalu, yang aku rasakan
dan aku lihat bulan itu menjadi sebuah kelopak bunga yang mekar dan sangat
indah. Aku sangat senang sekali mendengarnya.
Karena sudah larut malam
dan mata sudah semakin berat, aku pulang dengannya dengan bahagia sambil
membawa seribu satu kisah bulan di ujung pohon cemara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar